KOMPONEN-KOMPONEN PENDIDIKAN
Komponen
merupakan bagian dari suatu sistem yang memiliki peran dalam keseluruhan
berlangsungnya suatu proses untuk mencapai tujuan sistem. Komponen pendidikan
berarti bagian-bagian dari sistem proses pendidikan, yang menentukan berhasil
dan tidaknya atau ada dan tidaknya proses pendidikan. Bahkan dapat dikatakan
bahwa untuk berlangsungnya proses kerja pendidikan diperlukan keberadaan
komponen-komponen tersebut. Komponen-komponen yang memungkinkan terjadinya
proses pendidikan atau terlaksananya proses mendidik minimal terdiri dari 6
komponen, yaitu:
1.
Tujuan Pendidikan
Tingkah
laku manusia, secara sadar maupun tidak sadar tentu berarah pada tujuan.
Demikian juga halnya tingkah laku manusia yang bersifat dan bernilai pendidikan.
Keharusan terdapatnya tujuan pada tindakan pendidikan didasari oleh sifat ilmu
pendidikan yang normatif dan praktis. Sebagai ilmu pengetahuan normatif , ilmu
pendidikan merumuskan kaidah-kaidah; norma-norma dan atau ukuran tingkahlaku
perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan oleh manusia. Sebagai ilmu pengetahuan
praktis, tugas pendidikan dan atau pendidik maupun guru ialah menanamkam
sistem-sistem norma tingkah-laku perbuatan yang didasarkan kepada dasar-dasar
filsafat yang dijunjung oleh lembaga pendidikan danpendidik dalam suatu
masyarakat (Syaifulah, 1981). Langeveld mengemukakan bahwa pandangan hidup
manusia menjiwai tingkah laku perbuatan mendidik. Tujuan umum atau tujuan
mutakhir pendidikan tergantung pada nilai-nilai atau pandangan hidup tertentu.
Pandangan hidup yang menjiwai tingkahlaku manusia akan menjiwai tingkahlaku
pendidikan dan sekaligus akan menentukan tujuan pendidikan manusia.
Langeveld
mengemukakan jenis-jenis tujuan pendidikan terdiri dari tujuan umum, tujuan tak
lengkap, tujuan sementara, tuuan kebetulan dan tujuan perantara. Pembagian
jenis-jenis tujuan tersebut merupakan tinjauan dari luas dan sempit tujuan yang
ingin dicapai.
Urutan hirarkhis tujuan pendidikan dapat dilihat dalam kurikulum pendidikan yang terjabar mulai dari: 1) Cita-cita nasional/tujuan nasional (Pembukaan UUD 1945) 2) Tujuan Pembangunan Nasional (dalam Sistem Pendidikan Nasional), 4) Tujuan Institusional (pada tiap tingkat pendidikan/sekolah), 5) Tujuan kurikuler (Pada tiap-tiap bidang studi/mata pelajran atau kuliah), dan 6) Tujuan instruksional yang dibagi menjadi dua yaitu tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus. Denga demikian tampak keterkaitan antara tujuan instruksional yang dicapai guru dalam pembelajaran dikelas, untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang bersumber dari falsafah hidup yang berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945.
Urutan hirarkhis tujuan pendidikan dapat dilihat dalam kurikulum pendidikan yang terjabar mulai dari: 1) Cita-cita nasional/tujuan nasional (Pembukaan UUD 1945) 2) Tujuan Pembangunan Nasional (dalam Sistem Pendidikan Nasional), 4) Tujuan Institusional (pada tiap tingkat pendidikan/sekolah), 5) Tujuan kurikuler (Pada tiap-tiap bidang studi/mata pelajran atau kuliah), dan 6) Tujuan instruksional yang dibagi menjadi dua yaitu tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus. Denga demikian tampak keterkaitan antara tujuan instruksional yang dicapai guru dalam pembelajaran dikelas, untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang bersumber dari falsafah hidup yang berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945.
2.
Peserta Didik
Perkembangan
konsep pendidikan yang tidak hanya terbatas pada usia sekolah saja memberikan
konsekuensi pada pengertian peserta didik. Kalau dulu orang mengasumsikan
peserta didik terdiri dari anak-anak pada usia sekolah, maka sekarang peserta
didik dimungkinkan termasuk juga didalamnya orang dewasa. Mendasarkan pada
pemikiran tersebut di atas maka pembahasan peserta didik seharusnya bermuara
pada dua hal tersebut di atas.
Persoalan
yang berhubungan dengan peserta didik terkait dengan sifat atau sikap anak
didik dikemukakan oleh Langeveld sebagai berikut: “Anak bukanlah orang
dewasa dalam bentuk kecil, oleh sebab itu anak memiliki sifat kodrat
kekanak-kanakan yang berbdeda dengan sifat hakikat kedewasaan. Anak memiliki
sikap menggantungkan diri, membutuhkan pertolongan dan bimbingan baik jasmaniah
maupun rohaniah. Sifat hakikat manusia dalam pendidikan ia mengemukakan anak
didik harus diakui sebagai makhluk individu dualitas, sosialitas dan moralitas.
Manusia sebagai mahluk yang harus dididik dan mendidik”.
Sehubungan
dengan persoalan anak didik disekolah Amstrong 1981 mengemukakan beberapa
persoalan anak didik yang harus dipertimbangkan dalam pendidikan. Persoalan
tersebut mencakup apakah latar belakang budaya masyarakat peserta didik?
bagaimanakah tingkat kemampuan anak didik? hambatan-hambatan apakah yang
dirasakan oleh anak didik disekolah? dan bagaimanakah penguasaan bahasa anak di
sekolah? Berdasarkan persoalan tersebut perlu diciptakan pendidikan yang
memperhatikan perbedaan individual, perhatian khusus pada anak yang memiliki
kelainan, dan penanaman sikap dan tangggung jawab pada anak dididk.
3.
Pendidikan
Salah
satu komponen penting dalam pendidikan adalah pendidik. Terdapat beberapa jenis
pendidik dalam konsep pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang tidak terbatas
pada pendidikan sekolah saja. Ditinjau dari lembaga pendidikan muncullah
beberapa individu yang tergolong pada pendidik. Guru sebgai pendidik dalam
lembaga sekolah, orang tua sebagai pendidik dalam lingkungan keluarga, dan
pimpinan masyarakat baik formal maupun informal sebagai pendidik dilingkungan
masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut diatas Syaifullah (1982) mendasarkan
pada konsep pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang termasuk kategori
pendidi adalah 1) orang dewasa, 2) orang tua, 3) guru/pendidik, dan 4) pemimpin
kemasyarakatan, dan pemimpin keagamaan.
4.
Orang Dewasa
Orang
dewasa sebagai pendidik dilandasi oleh sifat umum kepribadian orang dewasa,
sebagaimana dikemukakan oleh Syaifullah adalah sebagai berikut : (1) manusia
yang memiliki pandangan hidup prinsip hidup yang pasti dan tetap, (2) manusia
yang telah memiliki tujuan hidup atau cita-cita hidup tertentu, termasuk
cita-cita untuk mendidik, (3) manusia yang cakap mengambil keputusan batin
sendiri atau perbuatannya sendiri dan yang akan dipertanggungjawabkan sendiri,
(4) manusia yang telah cakap menjadi anggota masyarakat secara konstruktif dan
aktif penuh inisiatif, (5) manusia yang telah mencapai umur kronologs paling
rendah 18 th, (6) manusia berbudi luhur dan berbadan sehat, (7) manusia yang
berani dan cakap hidup berkeluarga, dan (8) manusia yang berkepribadian yang
utuh dan bulat.
5.
Orang Tua
Kedudukan
orang tua sebgai pendidik, merupakan pendidik yang kodrati dalam lingkungan
keluarga. Artinya orang tua sebagai pedidik utama dan yang pertama dan
berlandaskan pada hubungan cinta-kasih bagi keluarga atau anak yang lahir di
lingkungan keluarga mereka. Kedudukan orang tua sebagai pendidik sudah
berlangsung lama, bahkan sebelum ada orang yang memikirkan tentang pendidikan.
Secara umum dapat dikatan bahwa semua orang tua adalah pendidik, namun tidak
semua orang tua mampu melaksanakan pendidikan dengan baik. Sebagaimana telah
dikemukakan dalam bahasan di atas, bahwa kemampuan untuk menjadi orang tua sama
sekali tidak sejajar dengan kemampuan untuk mendidik.
6.
Guru/Pendidik di Sekolah
Guru
sebagai pendidik disekolah yang secara lagsung maupun tidak langsung mendapat
tugas dari orang tua atau masyarakat untuk melaksanakan pendidikan. Karena itu
kedudukan guru sebagai pendidik dituntut memenuhi persyaratan-persyaratan baik
persyaratan pribadi maupun persyaratan jabatan. Persyaratan pribadi didasrkan
pada ketentuan yang terkait dengan nilai dari tingkah laku yang dianut,
kemampuan intelektual, sikap dan emosional. Persyaratan jabatan (profesi)
terkait dengan pengetahuan yang dimiliki baik yang berhubungan dengan pesan
yangingin disampaikan maupun cara penyampainannya, dan memiliki filsafat
pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan.
7.
Pemimpin Masyarakat dan Pemimpin Keagamaan
Selain
orang dewasa, orang uta dan guru, pemimpin masyarakat dan pemimpin keagamaan
merupakan pendidik juga. Peran pemimpin masyarakat menjadi pendidik didasarkan
pada aktifitas pemimpin dalam mengadakan pembinaan atau bimbingan kepada
anggota yang dipimpin. Pemimpin keagaam sebagai pendidik, tampak pada aktifitas
pembinaan atau pengembangan sifat kerokhanian manusia, yang didasarkan pada
nilai-nilai keagamaan.
8.
Interaksi Edukatif Pendidik dan Anak Didik
Proses
pendidikan bisa terjadi apabila terdapat interaksi antara komponen-komponen
pendidikan. Terutama interaksi antara pendidik dan anak didik. Interaksi
pendidik dengan anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang
diinginkan. Tindakan yang dilakukan pendidik dalam interaksi tersebut mungkin
berupa tindakan berdasarkan kewibawaan, tindakan berupa alat pendidikan, dan
metode pendidikan.
Pendidikan
berdasarkan kewibawaan dpat dicontohkan dalam peristiwa pengajaran dimana
seorang guru sedang memberikan pengajaran, diantara beberapa murid membuat
suatu yang menyebabkan terganggunya jalan pengajaran. Kemudian guru tersebut
memberikan peringatan, maka belau ini telah melaksanakan tindakan berdasarkan
kewibawaan. Dengan demikian tindakan berdasrkan kewibawaan yaitu bersumber dari
orang dewasa sebagai pendidik, untuk mencapai tujuan pendidikan (tujuan
kesusilaan, sosial dan lain-lain) (Syaifullah, 1982).
Alat
pendidikan adalh suatu situasi atau perbuatan dengan situasi atau perbuatan
tersebut akan dicapai tujuan pendidikan. Tindakan pendidik untuk menciptakan
ketenangan agar tercapai tujuan pendidikan tertentu dalam proses pengajaran,
atau melakukan perbuatan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, umpamanya
nasihat, teguran, hukuman dan teguran agar anak mau berbakti pada orang tua.
Dalam
interaksi pendidikan tidak terlepas metode atau bagaimana pendidikan
dilaksanakan. Terdapat beberapa metode yang dilakukan dalam mendidik yaitu metode
diktatorialm metode liberal dan metode demokratis (Suwarno, 1981). Metode
diktatoral bersumber dari teori empiris yang menyatakan bahwa perkembagan
manusia semata-mata ditentukan oleh faktor diluar manusia, sehingg pendidikan
bersifat maha kuasa. Sikap ini menimbulkan sikap diktator dan otoriter,
pendidik yang menentukan segalanya.
Metode
liberal bersumber dari pendirian Naturalisme yang berpendapat bahwa
perkembangan manusia itu sebagian besar ditentukan oleh kekuatan dari dalam
yang secara wajar atau kodrat ada pada diri manusia. Pandangan ini menimbulkan
sikap bahwa pendidik jangan terlalu banyak ikut campur terhadap perkembangan
anak. Biarkanlah anak berkembang sesuai denan kodratnya secara bebas atau
liberal.
Metode
demokratis bersumber dari teori konvergensi yang mengatakan bahwa perkembangan
manusia itu tergantung pada faktor dari dalam dan dari luar. Di dalam
perkembangan anak kita tidak boleh bersifat mengasai anak, tetapi harus
bersifat membimbig perkembangan anak. Di sini tampak bahwa pendidik dan anak
didik sama-sama penting dalam proses pendidikan untuk mencapai tujuan. Ki
Hadjar Dewantoro melahirkan asas pendidikan yang sesuai dengan metode
demokratis, yaitu Tut Wuri Handayani, ing madyo mangun karsa,ing ngarsa asung
tulada artinya pendidik itu kadang-kadang mengikuti dari belakang,
kadang-kadang harus ditengah-tengah berdampingan dengan anak dan kadang-kadang
harus didepan untuk memberi contoh atau tauladan.
9.
Isi Pendidikan
Isi
pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan tujuan pendidikan. Untuk mencapai
tujuan pendidikan perlu disampaikan kepada peserta didik isi/bahan yang
biasanya disebut kurikulum dalam pendidikan formal. Isi pendidikan berkaitan
dengan tujuan pendidikan, dan berkaitan dengan manusia ideal yang
dicita-citakan. Untuk mencapai manusia yang ideal yang berkembang keseluruhan
sosial, susila dan individu sebagai hakikat manusia perlu diisi dengan bahan
pendidikan. Macam-macam isi pendidikan tersebut terdiri dari pendidikan agama.,
pendidikan moril, pendidikan estetis, pendidikan sosial, pendidikan civic,
pendidikan intelektual, pendidikan keterampilan dan peindidikan jasmani.
10.
Lingkungan Pendidikan
Lingkungan
pendidikan meliputi segala segi kehidupan atau kebudayaan. Hal ini didasarkan
pada pendapat bahwa pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang tidak membatasi
pendidikan pada sekolah saja. Lingkungan pendidikan dapat dikelompokkan
berdasarkan lingkungan kebudayaan yang terdiri dari lingkungan kurtural
ideologis, lingkungan sosial politis, lingkungan sosial anthropologis, lingkungan
sosial ekonomi, dan lingkungan iklim geographis. Ditinjau dari hubungan
lingkungan denan manusia dapat dikelompokkan menjadi lingkungan yang tidak
dapat diubah dan lingkungan yang dapat diubah atau dipengaruhi, dan lingkungan
yang secara sadar dan sengaja diadakan untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Dari sudut tinjauan lain Langeveld linkgungan pendidikan menjadi
lingkunganyang bersifat pribadi atau pergaulan dan lingkungan yang bersifat
kenedaan, segala sesuatu yang ada di sekeliling anak.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar